Jumat, 03 September 2010

Kota di atas Gunung

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (Mat 5:14)

Pendahuluan
Kotbah di Bukit adalah ajaran Tuhan Yesus yang mungkin paling terkenal, tetapi barangkali paling sulit dipahami, dan yang pasti paling sering tidak kita taati. Kotbah di bukit adalah gambaran paling jelas bagaimana seharusnya orang Kristen menjalani kehidupannya sebagai pengikut Kristus. Boleh dikatakan ini adalah budaya baru yang bertolak belakang dari apa yang diharapkan dunia yang sebenarnya. Namum melalui itu pula, Tuhan Yesus menginginkan suatu umat, suatu komunitas yang berbeda dari yang lainnya. Suatu identitas yang kontras dan berbeda dari yang lain pada umumnya.
Bagiamana tidak, seandainya kita menelaah Kotbah dibukit secara harfiah, maka kita akan menemukan suatu keterbalikan dari kebiasaan semua orang. "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”. Jika kita harus mengikuti apa yang disampaikan disini, apakah kita harus mendorong kemiskinan agar kita disebut berbahagia dihadapan Allah sekaligus memiliki kerajaan sorga? Seandainya anda Menteri Kesejahteraan Rakyat, angka kemiskinan dan penganguran yang semakin meningkat bukanlah sesuatu yang merisaukan, agar rakyat disebut berbahagia.
Apakah kita juga akan mendorong terjadinya suatu dukacita dalam masyarakat agar mereka dapat penghiburan dari Allah? Berbahagialah Indonesia karena banyak yang berdukacita oleh karena bencana dan kecelakaan yang beruntun. Berbahagialah mereka yang kehilangan sanak saudara karena bencana alam dan kecelakaan. Tentunya, jika ini yang kita katakan kepada mereka yang sedang mengalami penderitaan sebagai penghiburan, anda bisa membayangkan apa kira-kira respon mereka kepada kita.
Tetapi apakah dengan demikian apa yang dikatakan Tuhan Yesus bukan suatu realita dan tidak mungkin di capai? Atau apakah ajaran ini hanya sebuah mimpi yang tidak akan pernah bisa dilakukan oleh orang yang mendengarnya? Atau kepada siapakah ini ditujukan, apakah kepada sekelompok rabi dari planet lain? Tentunya tidak.

Pesan : Kepada Gereja
Kepada Gereja! Inilah sasaran utama Tuhan Yesus mengajarkan Kotbah dibukit. Kepada sebuah komunitas yang mengaku sebagai pengikut Kristus. Pada ayat Mat 5; 1, jelas sekali bahwa ajaran ini diajarkan kepada sekelompok orang yang bernama murid-murid Tuhan Yesus. Tentunya bagi kita juga di zaman ini yang mengaku sebagai pengikut Kristus. Dari sini boleh kita katakan bahwa pesan ini adalah sesuatu yang mungkin dicapai dan dilakukan.
Dan inilah pesan yang dikatakan dalam ajaran ini, agar kita berbeda! Sesuatu yang lain akan kita cari dan kerjakan, sesuatu yang tidak sama dengan kebanyakan orang, tetapi apa kata Guru dan Tuhanku. Suatu budaya baru akan hadir dari sekelompok orang aneh di dunia. Kontras dan melawan arus. Janganlah sama dengan dunia ini kata Yesus dalam nats yang lain, memang seharusnya kita berbeda.

Tidak diperhitungkan tetapi diharapkan dan dibutuhkan
Seusai “Ucapan Bahagia”, Kotbah di Bukit dilanjutkan dengan ungkapan “Kamu adalah garam dunia…… Kamu adalah terang dunia….. Setelah Ucapan Bahagia, orang-orang yang tidak diperhitungkan bagi dunia, ternyata dikatakan akan menjadi “garam dan terang”.
Garam sering sekali disimpan bukan ditempat yang bagus didapur. Tetapi dapat kita bayangkan jika segala sesuatu yang dimasak didapur dihidangkan tanpa garam. Demikian besar fungsi dan manfaat garam, walaupun sedikit dari sekian banyak makanan yang dimasak tetapi dapat memberi rasa yang baru yang berbeda dari rasa sebelumnya. Tetapi untuk bisa menggarami, garam harus kehilangan wujud dan berbaur dengan masakan. Dia tidak mempertahankan wujudnya, tetapi dia harus hancur dan berbaur dengan masakan. Demikianlah halnya orang yang mengikut Kristus, akan memberi rasa kepada dunia tidak peduli dia harus hancur.
Garam juga sering digunakan sebagai bahan pengawet, menahan kebusukan dari makanan. Inilah fungsi garam sekarang didalam dunia ini, dimana kita sebagai pengikut Kristus, adalah garamnya, menahan kebusukan yang semakin cepat. Ikan biasa bisa bertahan beberapa lama setelah diberi garam, menjadi ikan asin. Tidak terbayangkan jika garam (orang percaya) diangkat dari dunia ini, maka kebusukannya akan semakin cepat terjadi. (didalam Doktrin Eskatologi, akan semakin jelas fungsi garam).
Garam dengan kandungan kimianya sodium clhorida adalah senyawa stabil yang tahan terhadap semua serangan. Tetapi uniknya jika garam tercampur dengan kotoran tidak bisa digunakan lagi selain dibuang. Memang sulit untuk menghilangkan keasinan dari garam, tetapi garam bisa menjadi tidak berguna jika sudah tercemar oleh kotoran.
 
Kota diatas Gunung
Kamu adalah terang dunia….kata Tuhan Yesus selanjutnya. Terang itu sangat penting artinya, sebagai penuntun didalam kegelapan. Tetapi untuk bisa menerangi, sebuah lilin harus meleleh. Mercusuar dengan lampu diatasnya sering dibangun di pantai, pulau kecil atau batu karang. Ada beberapa fungsi dari mercusuar dibangun :
1. Penunjuk jalan. Bagi orang yang berlayar dimalam hari mercusuar yang dilengkapi lampu diatasnya berfungsi sebagai penunjuk arah bagi navigasi.
2. Pada batu karang sebagai isyarat dan tanda bahaya agar orang yang berlayar tidak menabraknya.
Demikian halnya kota yang ada diatas gunung akan selalu bisa menjadi pemandu, dan menjadi patokan bagi semua orang yang ada disekitarnya. Ditengah dunia post modern yang semakin kehilangan pegangan kebenaran, jemaat Allah sebagai kota diatas Gunung diharapkan akan menjadi patron, bagaimana seharusnya menjalani hidup sebagai manusia yang bertanggung terhadap kemanusiaanya.
Kota diatas gunung akan selalu dilihat dan dikenali orang. Sedap dipandang dan memberi semangat. Kelak kehidupan kita sebagai Kristen akan selalu dilihat dan dikenali. Tentunya jika dunia melihat suatu perbedaan yang memang mereka butuhkan, sedap dipandang karena memang indah.
Didalam dunia ini ada banyak orang yang tidak membaca Alkitab, tetapi sebagai kota diatas gunung, bahwa dari dekat dan dari jauh, secara pasti kitalah kitab terbuka yang akan dibaca setiap orang. Ketika mereka melihat kita, adakah mereka membaca sesuatu dari diri kita sehingga mereka memuliakan Allah.

Tanggungjawab kita : Menjadi Garam dan terang
Mengemban tugas tanggungjawab atas perbedaan yang harus ditampilkan oleh orang Kristen tentunya bukanlah tugas yang mudah. Tetapi biar bagaimanapun ini adalah tugas yang harus dikerjakan dan realita yang harus ditunjukkan. Ditengah kusutnya zaman ini yang tanpa nilai (no value), dimana kebenaran akan menjadi sesuatu yang relatif. Orang akan kebingungan dan semakin terjepit oleh sistem, berebut mengejar dunia, saling menyikut, saling bersaing memperebutkan harta. Kasih kebanyakan orang akan semakin dingin.
Tidak jarang juga sebagaimana garam yang hancur melebur, dan lilin yang harus meleleh, hidup kita juga akan hancur dan benar-benar menderita dari cercaan dunia dan dari keterasingan yang dalam karena tidak mengikuti dunia, tetapi dengan pasti, dan tidak dapat disangkal bahwa mereka benar-benar membutuhkannya.
Tetapi biar bagaimanapun beratnya, garam akan tidak berfungsi jika tetap berada didalam gentong. Pelita bahkan akan mati jika di taruh dibawah gantang. Kita seharusnya mampu karena ditopang penguasa yang tak tergoyahkan. Kokoh karena tidak menghiraukan nyawa, karena dunia ini adalah tempat sementara.
Tetapi sayangnya kita sering justru yang menyesuaikan diri dengan dunia. Ketika terjadi kebusukan, kita juga sibuk mencari siapa yang salah. Bukan intropeksi sampai dimana fungsi garam dan terang kita menahan kebusukan dan menerangi kegelapan. Ditengah masyarakat dan bangsa yang semakin carut-marut dan semakin membusuk ini, yang harus dipertanyakan sebenarnya adalah gereja, dimana garamnya, bukan mengapa membusuk?

Penutup
Kota diatas gunung, tidak akan mungkin tersembunyi. Meletakkan pelita dibawag gantang justru akan memadamkannya. Inilah panggilan kita, untuk membuat sesuatu yang berbeda dan keperbedaan itu terang senantiasa, tidak samar, dan tidak meragukan. Memberi petunjuk dan arah bagi dunia yang dalam kegelapan. Akan selalu bercahaya di depan semua orang, memancarkan keindahan dan mengilhami banyak orang untuk menciptakan puisi kemuliaan bagi Allah. Sinar itu akan selalu dilihat dan diperhatikan orang. Melalui terang itu pula identitas kita dihadapan Allah semakin jelas dihadapan manusia.
Kota diatas gunung, suatu umat diantara dunia sekitar, yang menampilkan perbedaan, tidak menyendiri (pietis) tetapi membaur dengan yang lainnya namun tidak kehilangan keasinan. Kita terpanggil, kini, di dunia kita menjadi teladan, bagaimana seharusnya menjalani hidup dan bagaimana bertanggungjawab sebagai manusia. Sebagaimana Paulus mengatakan “Sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku” ( 1 Kor 4:16)! Demikian juga halnya kita sebagai kota diatas gunung, akan selalu diperhadapkan untuk menjadi teladan, menuntun yang lain untuk datang kepada penciptanya, sekaligus dituntut untuk memberikan diri dilihat dan dipertimbangkan semua orang. Sebagaimana Paulus mengatakan pada teks yang lain : “Tetapi kami menolak segala perbuatan tersembunyi yang memalukan; kami tidak berlaku licik dan tidak memalsukan firman Allah. Sebaliknya kami menyatakan kebenaran dan dengan demikian kami menyerahkan diri kami untuk dipertimbangkan oleh semua orang di hadapan Allah (2 Kor 4:2).


Medan, Perbuari 2007
Poltak Marbun


Kepustakaan:
1. Stott, Jhon. Kotbah di Bukit, YBKK/ OMF, 1989
2. Stott, Jhon. Kotbah di Bukit, Mengutamakan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, Perkantas, 2002 (12 Bahan PA)
3. Bonhoeffer, Dietrich ; Mengikut Yesus, BPK, 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar