Selasa, 07 September 2010

GEREJA DAN LAGU PUJIAN

Catatan ringan atas Lagu-lagu yang kita tampilkan
Engkaulah yang Kudus yang bersemayam diatas pujian Israel
(Mzr 22;4)

Satu hal yang penting yang harus kita ketahui jika bernyanyi adalah untuk apa kita bernyanyi dan apa arti nyanyian dalam Kristen. Bernyanyi adalah tanggungjawab sekaligus menjadi hak istimewa orang Kristen. Kenapa dia menjadi tanggung jawab? Sebenarnya kalau kita bernyanyi Allah telah memberikan kepercayaan kepada kita untuk menggantikan Lucifer. Lucifer adalah penghulu malaikat yang dulunya melayani Allah didalam Sorga. Dialah yang menyanyikan pujian dan dia sendirilah musik. Tapi karena kesombongannya dia dihukum oleh Allah dan namanya diganti dengan Iblis. Maka sekarang kalau kita bernyanyi sebenarnya kita telah menggantikan posisi Lucifer untuk memberikan pujian kepada Allah. Itulah tanggung jawab kita untuk menjaga apa yang dipercayakan Allah kepada kita.
Yang kedua pujian menjadi hak istimewa kita karena Pujian sudah dipercayakan hanya kepada manusia dan bukan pada mahluk lain dan juga bukan kepada malaikat. Alkitab entah berapa puluh kali mengatakan “Pujilah Tuhan”. Daud berkata kepada jiwanya “Pujilah Tuhan hai jiwaku”. Semuanya itu dilakukan karena pujian adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk penyembahan kepada Allah.
Maka kalau kita menyanyi dan menyembah Allah, iblis sangat tidak senang karena itu mengingatkan dia akan apa yang pernah dilakukannya dahulu sewaktu disorga sebelum dia memberontak. Oleh karena itulah lagu dan pujian menjadi sasaran iblis untuk penyesatan dan dia mempunyai intensitas yang tinggi untuk menghancurkan pujian yang benar kepada Allah. Disinilah kita seharusnya orang percaya harus memahami peran kita dan seharusnya hati-hati untuk menjaga kemurnian dari pujian kita agar benar-benar ditujukan pada Allah. Seharusnya yang namanya hak istimewa harus dijaga dengan baik dan benar bukan serampangan.
Martin Luther teolog Jerman pernah berkata seperti ini: “Pujian tanpa teologi adalah hiburan (enterteiment), sentimentil dan lemah, dan Teologia tanpa pujian adalah dingin dan mati”. Disinilah persoalan utama yang saya pikir sangat mengganggu, apakah lagu-lagu yang kita nyanyikan jelas dasar teologisnya, bagaimana latar belakang diciptakannya lagu itu, siapa penciptanya, bagaimana pengenalannya akan Tuhan dll. Kalau kita menghindari hal-hal seperti ini kita telah dengan sengaja menjerumuskan diri kita terhadap kertidakbenaran. Buku lagu Perkantas (BLP), buku ende HKBP, Kidung Jemaat dll dilengkapi dengan not, tempo, nama pengarang bahkan sebagian lagu ada yang melampirkan sejarah diciptakannya lagu itu , adalah untuk memperlengkapi data-data diatas sekaligus untuk menghindari kita dari kesesatan dalam menyanyikan lagu. Dalam sejarah gereja sepanjang masa ada dua ancaman yang dihadapi oleh gereja al:
1. Dari luar; ini berupa penyiksaan utusan Injil, Hamba Tuhan, pembakaran Gedung Gereja, tekanan dll, dan ini nampak dengan jelas.
2. Dari dalam ; ini berupa penafsiran Alkitad yang salah, teologi Liberal, pengabaian doktrin dengan mengatakan doktrin tidak perlu, devaluasi nilai-nilai alkitabiah (mujizat, teologia sukses, teologia liberal dll) termasuk dalam hal ini melalui lagu. Dan sebenarnya inilah ancaman yang paling membahayakan karena sangat halus sekali dan tidak nampak jelas karena datang dari antara kita. Kalau kita tidak peka dan tidak bisa dengan jeli membedakan dengan tajam habislah kita. Kita tidak boleh lupa banyaknya sekarang penganut Atheis di Eropa adalah akibat teologi liberal abad 18. Maka sangat jelas sekali sedikitpun kita melenceng dari kebenaran kita akan menuai keruntuhan gereja dimasa yang akan datang. Disinilah kita sebenarnya harus hati-hati untuk mengadopsi sesuatu untuk kita bisa gunakan dalam persekutuan kita. Sebagai contoh, kalau Dep. Agama mengatakan Mangapin Sibuea adalah sesat saya pikir itu hal biasa, karena dengan kesesatan sejauh itu, jangankan orang kristen non kristen pun tau, tetapi kita sebagai orang yang telah belajar kebenaran seharusnya bisa melihat yang memulai sesat sedikit saja harus bisa kita kaji agar kita tak terjerumus didalamnya.
Bagaimanakah kita seharusnya bernyanyi?
Lagu yang baik adalah lagu yang berpusat pada kata-kata bukan pada gaya. Bernyanyi yang baik adalah berhubungan dengan kegiatan pikiran dan bukan paru-paru. Tugasnya yang utama yaitu untuk menyampaikan pesan dengan efektif. “Berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung pujian dan nyanyian rohani (Ef 5;19). Perintah ini yang paling utama ialah “berkata-kata” yaitu menyampaikan pesan walaupun itu dalam bentuk nyanyian.
Jadi yang paling utama adalah pesannya bukan gayanya. Sasaran dari pujian itu jelas yaitu kepada Allah. Kalaupun ada gerakan atau tarian harus mendukung kata-kata. Daud memuji Tuhan dengan menari dan membunyikan bunyi-bunyian, namun arah dari pujian harus tetap kepada Allah. Namun yang sering terjadi adalah kita sibuk dengan tarian dan gerakan dan itu menjadi pusat perhatian lalu Allah entah dimana. Kita harus ingat bahwa Allah bertahta diatas pujian bukan diatas gaya (Mzr 22;4). Daud meresponi pertolongan Tuhan yang besar dalam kehidupannya berkata “Sebab itu hatiku bersukacita, dan jiwaku bersorak-sorak, bahkan tubuhku akan diam dengan tentram (Mzr 16;9). Kata “bahkan” dalam ayat ini berarti bahwa tubuh yang diam adalah respon yang tertinggi dan ekpresi lanjutan dari hati yang bersukacita dan jiwa yang bersorak-sorak.
Satu hal lagi yang perlu kita perhatikan adalah sering lagu-lagu yang kita nyanyikan pada umumnya yang girang-girang kita adopsi dari Karismatik. Saya bukanlah orang ekstrim buta dalam hal ini, tetapi saya pikir lagu-lagu yang kita nyanyikan tidak bisa tidak harus kita analisa termasuk orang-arang yang menciptakannya yang notabene dibekali dengan ajaran-ajaran yang kurang sehat. Bagaimanakah tanggapan kita dengan orang-orang yang harus mewajibkan baptis ulang? Bukankah keselamatan yang dikerjakan oleh Yesus di Kayu salib sudah sempurna dan tidak ada yang bisa ditambahkan dan dikurangi untuk memperoleh keselamatan? Bagaimanakah tanggapan kita dengan orang yang menilai berkat Tuhan dengan materi? Bagaimanakah tanggapan kita bagi orang orang yang mengeksploitasi mujizat dalam ibadah (Baca: Iman dan mujizat). Bagaimanakah tanggapan kita dengan orang yang mengaku gereja tapi mengabaikan doktrin? Bagaimanakah tanggapan kita dengan orang-orang yang menyatakan diri gereja tapi tidak mengikrarkan Pengakuan Imannya saat ibadah Raya Minggu? Bukankah Pengakuan Iman yang kita ucapkan (Pengakuan Iman Rasuli) dibuat oleh bapak-bapak gereja sebagai ringkasan Alkitab yang didalamnya Iman Kristiani dibangun dan pengakuan iman ini menjadi rel kebenaran agar kelak gereja sepanjang masa tidak sesat dan berdiri didalam koridor pengakuan iman ini. Dietrich Bonhoeffer seorang theolog Jerman sangat tegas dalam hal ini ketika melihat kenyataan banyaknya orang yang keluar dari pengakuan ini mengatakan **“siapa yang sengaja keluar dari pengakuan ini keluar juga dari keselamatan”.
Kita juga tidak boleh kemudian menyederhanakan masalah dengan alasan oikumene lalu menurunkan standard kebenaran. Bagi kita apa yang diokuimenekan harus jelas. Jhon Wesley teolog Inggris pernah berkata “ Mari kita kompromi untuk hal-hal yang tidak prinsipil tapi bukan pada hal-hal yang prinsipil. Saya pikir yang namanya doktrin tidak bisa diokuimenekan karena hal itu adalah hal yang sangat prinsip dan merupakan kebenaran yang absolut bukan relatif, tapi untuk hal-hal yang tidak prinsip silakan saja misalnya tata cara baptisan, entah baptis selam atau percik tidak masalah, yang jelas keharusan baptis ulang adalah sebuah kesesatan theologis. Marilah kita kompromi dalam hal-hal yang tidak prinsip tapi harus tegas pada hal-hal yang prinsip.
Kita juga tak boleh lupa kita bernyanyi karena kita mengenal pencipta kita. Lalu bagaimana dengan pengenalan seperti diatas. Jika mereka mempunyai pemahaman seperti itu tentu lagu yang mereka ciptakan pun didasari oleh pemahaman seperti itu dan kitapun yang ikut-ikutan menyanyikannya secara tidak langsung diajak untuk mempunyai pola pikir seperti itu. Hal inilah yang saya kuatirkan. Mungkin saya terlalu radikal, tapi untuk namanya kebenaran saya pikir harus radikal.
Dari semua penjelasan diatas saya mengusulkan daripada kita terjebak didalam hal-hal yang mungkin belum jelas alangkah baiknya kita lebih ketat dalam menyeleksi lagu-lagu yang kita nyanyikan. Buku lagu Perkantas memuat lebih dari 1000 lagu, Pujian Bagi Sang Raja lebih 1000 lagu, Kidung jemaat lebih 500 lagu. Buku ende HKBP lebih 500 lagu dll saya pikir cukup untuk kita nyanyikan. Kalaupun kita mau menyanyikan lagu baru marilah kita menyanyikan lagu yang jelas siapa penciptanya dan bagaimana pengenalannya akan Tuhan minimal dia satu konfesi dengan kita. Pak Mangapul Sagala saya pikir masih akan menciptakan lagu yang bagus, begitu juga dengan K. Elsa Pardosi, Pak Steepen Tong dll, untuk kita nyanyikan, mari kita berdoa agar Allah mengirim bagi kita Fanny Crosby baru, Beethoven baru dll agar kita dapat menyanyikan lagu baru yang baik. Saudara terkasih lagu pujian adalah tanggungjawab dan hak istimewa kita yang harus kita perhatikan dengan serius.
Marbun p.Bn
**John de Gruchy, Saksi Bagi Kristus, Kumpulan Karya D. Bonhoeffer, BPK, 1993. Hal 30. Di buku yang sama Hal 173. Juga ditulis. Gereja tanpa pengakuan atau bebas konfesi bukanlah Gereja, melainkan sekte yang mengerti Firman Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar