Selasa, 07 September 2010

Iman dan Mujizat

Perkembangan Teologia di Indonesia memasuki babak baru sejak tahun 1960-an. Aliran Pentakosta datang di Indonesia. Pada tahun 1980-an aliran Neo Pentakosta yang dinamakan aliran Karismatik juga muncul. Berbagai perubahanpun terjadi. Dari segi tata ibadah dari yang biasanya tampil dengan tata aturan yang baku dan cenderung “monoton” sekarang agak lebih “semangat” dan “dinamis” diiringi dengan tepuk tangan meriah. Dari segi lagu-lagu dari yang biasanya lagu Hymne beralih ke lagu yang agak berbau pop, rock bahkan R & B. Dari segi Theologi juga banyak yang baru, Baptisan yang selalu kukuh dipertahankan dengan Baptisan percik oleh Gereja suku, sekarang ada baptisan selam dan keharusan Baptisan ulang. Bahasa Roh yang sebelumnya mungkin tidak terlalu diperhatikan, sekarang para Theolog lokal sibuk membahas apa itu Bahasa Roh yang sepertinya menjadi kebanggaan bagi aliran karismatik. Konsultasi Internasional pemimpin organisasi Gereja Protestan seluruh dunia yang tergabung dalam United Evangelical Mission (UEM) yang berlangsung di Kota Accra, Ghana juga mengambil sikap yang sama yaitu menolak apa yang dilakukan orang Kharismatik berupa kesembuhan melalui mujizat (Harian SIB 7 Des. 2003). Sadar atau tidak sadar kehadiran Pertakosta dan Karismatik di Indonesia memberi “warna” baru dalam Theologi Indonesia.
Dalam kesempatan yang lain kita juga sering disuguhi lewat selebaran, spanduk maupun lewat media massa untuk menghadiri sebuah kebaktian dengan iming-iming kesembuhan Illahi, Doa pelepasan, Mujizat dan janji urapan Roh kudus. Berbagai tanggapan sering muncul dari yang pro dan kontra. Pro dan banyak yang mengikuti karena kita menyadari bahwa semua manusia mempunyai masalah dan juga banyak yang mengalami sakit yang membutuhkan kesembuhan. Harapan untuk mendapat kesembuhan tanpa mengeluarkan dana adalah sebuah bayangan yang secara ekonomi dapat menguntungkan. Terlepas dari sembuh atau tidak itu adalah persoalan belakangan, yang jelas tawaran itu adalah tawaran yang menggiurkan banyak orang.
Disisi yang lain ada yang kontra karena hal-hal ini sering diidentikkan dengan kegiatan aliran Karismatik yang mana Gereja lokal memandangnya agak kurang setuju walaupun tidak dapat berbuat apa-apa. Eksploitasi mujizat yang sering kita saksikan memang kebanyakan dari mereka yang beraliran karismatik. Terjadinya krisis identitas tidak terelakkan bagi jemaat yang masih belum paham tentang Teologia. Tak jarang kita menyaksikan perpindahan jemaat dari Gereja yang satu ke Gereja yang lain dengan alasan yang sebenarnya sering mengada-ada dan sering menyudutkan salah satu pihak dan mengkultuskan pihak yang lain. Bagi para Pendeta Gereja Tradisional juga panik melihat banyaknya jemaat yang masih tercatat sebagai anggota gereja namun beribadah ditempat yang lain. Gereja yang dalam defenisinya adalah perkumpulan orang-orang kudus sepanjang zaman telah terpecah belah oleh sesuatu hal yang belum dimengerti esensi dari apa yang dijalani dan sering fanatik terhadap salah satu gereja hanya karena mengikuti apa kata Pendeta kami dan bukan apa kata Alkitab.
Dari apa yang kita saksikan belakangan ini, banyaknya fenomena yang terjadi disekitar kita mengenai Theologia yang kita sebut dengan Theolgia Kontemporer, baik itu Bahasa Roh, Baptisan Ulang, Eksploitasi Mujizat, Minyak urapan, Doa kesembuhan, Doa pelepasan dan entah apapun namanya, saya tertarik untuk membahas mengenai mujizat dalam hubungannya dengan iman. Saya tertarik karena saya melihat penekanan iman dari setiap proses yang mereka tawarkan sangat erat hubungannya dengan janji kesembuhan itu. Walaupun pada akhirnya terdapat juga vonis yang kurang bersahabat seperti yang tidak sembuh pasti belum beriman. Paksaan untuk beriman agar memperoleh kesembuhan pada akhirnya menimbulkan masalah baru bagi mereka yang menginginkan kesembuhan yaitu merasa diri sendiri tidak ada arti karena tidak beriman. Pada akhirnyapun sang korban sibuk mencari bagaimana agar bisa beriman. Maka terjadilah kalau saya mengatakan kekacauan dan gejolak bagi diri sendiri karena diantara belum beriman dan merindukan kesembuhan yang tidak jarang pada akhirnya menimbulkan depresi. Dari sisi ini justru saya melihat sebuah kerancuan diantara Iman dalam hubungannya dengan janji kesembuhan itu. Bagaimana mungkin seseorang yang ditawarkan kesembuhan yang seharusnya membawa dia kepada kedamaian yang daripada Allah justru mengalami depresi. Saya melihatnya sebagai salah kaprah dan cenderung hanya untuk kesenangan pribadi.
Defenisi Mujizat
Banyak yang kita lihat ditampilkan mereka yang menjanjikan mujizat dalam iklan maupun undangan adalah berupa kesembuhan penyakit. Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang sakit sembuh dan lain-lain, dari sini kita bisa katakan bahwa mujizat yang dimaksud adalah kesembuhan. Selama pelayanan Yesus tiga setengah tahun di bumi hal kesembuhan seperti itu sering terjadi yang dicatat oleh Alkitab. Didalam perjanjian lama juga kita bisa melihat hal-hal yang diluar dari kebiasaan atau menurut ukuran manusia itu tidak lazim. Orang Israel berjalan menyeberangi laut Teberau, makan roti manna di Padang gurun, air keluar dari bebatuan tandus, matahari berhenti dan banyak lagi yang dicatat oleh Alkitab. Namun apakah dengan demikian kita mengatakan itu sebagai mujizat?
Ketika Allah menciptakan langit dan bumi dan segala isinya selama enam hari, Allah mengatakan bahwa semuanya itu baik. Kita melihat adanya suatu tatanan yang sempurna dari semua yang diciptakan Allah. Lalu melalui kejadian-kejadian yang tidak lazim yang dicatat oleh Alkitab, begitu mudahkah Allah untuk merubah tatanan yang dibuatNya sendiri untuk membuat manusia terpesona terhadap Allah. Kenapa dizaman ini mujizat menjadi sesuatu sesuatu hal yang selalu di eksploitasi untuk menarik perhatian orang?
Zaman Perjanjian Lama apa yang kita alami pada zaman ini mungkin adalah mujizat. Perjalanan Israel keluar dari Mesir menuju tanah Kanaan memakan waktu puluhan tahun. Namun dengan adanya sekarang pesawat terbang maka waktu yang puluhan tahun itu dapat ditempuh dengan beberapa jam saja. Maka dari sudut pandang waktu Perjanjian Lama pesawat terbang mungkin adalah sebuah mujizat. Dalam Perjanjian Baru Yesus berjalan diatas air, mungkin itu adalah sebuah mujizat, namun dengan memasyrakatnya selancar maka berjalan diatas air mungkin tidak hal yang aneh lagi.
Edwin Rowulette seorang berkebangsaan Rumania tidak menguburkan istrinya Maria Lynn Rowulette sejak meninggal tahun 1996. Istrinya dikuburkan pada Oktober 2003 setelah putrinya mengadu ke polisi karena tidak tahan melihat ayahnya memelihara mayat ibunya disimpan dirumah. Didalam rumahnya Edwin menyimpan puluhan mayat kucing sebagai bahan percobaan dengan keyakinan bahwa mayat akan bisa dihidupkan kembali. Dia berharap bahwa istrinya yang sangat dikasihinya juga suatu saat akan bisa dibangkitkan dengan sangat berkembangnya ilmu pengetahuan dan Teknologi. Bagaimanakah jikalau suatu saat Edwin Rowulette berhasil? Bisa jadi suatu saat apa yang dilakukan Tuhan Yesus yang membangkitkan Lazarus dari kematiannya bukan suatu mujizat lagi. Zaman dahulu siapa yang pernah berpikir tentang Kloning? Siapa juga diantara manusia dahulu yang menyangka bahwa manusia bisa mendarat di Bulan? Listrik mungkin adalah mujizat besar dizaman Abraham. Dan banyak hal lagi yang ditinjau dari sudut pandang waktu apa yang menjadi mujizat pada zaman dahulu adalah sesuatu yang biasa pada zaman ini. Perjalanan kehidupan dan kemajuan Teknologi telah menempatkan kita pada posisi dimana segala sesuatu yang aneh adalah biasa dari sudut pandang waktu sepanjang masa. Maka tidak mudah bagi kita untuk mengatakan keanehan zaman dahulu dan kemungkinan yang terjadi dimasa mendatang adalah mujizat.
Dari defenisi mujizat yang ditawarkan selama ini saya melihat bahwa ada beberapa hal yang saya pikir perlu diperhatikan. Pertama kalau dikatakan mujizat itu adalah berupa kesembuhan seperti yang ditawarkan selama ini maka sebenarnya kita telah terjebak dalam sesuatu hal dimana kita telah menempatkan Allah pada posisi yang rentan bahwa suatu saat Allah akan bisa dikalahkan oleh teknologi sesuai dengan perjalanan waktu. Kedua kalau kita ingin membuktikan atau menunjukkan keterlibatan Allah didalam apa yang kita katakan sebagai mujizat seperti kesembuhan penyakit, sebenarnya itu telah menempatkan Allah pada tempat bukan sebagai Allah lagi. Dengan apakah manusia mau membuktikan Allah? Atau apakah Allah bisa dibuktikan dengan segala sesuatu yang ada dialam ini, atau siapakah manusia sehingga mau membuktikan kehadiran Allah. Ketiga jikalau kita berani mengatakan dengan iman hari ini Allah akan melakukan keajaiban berupa mujizat dan kesembuhan dari penyakit, bukankah itu berarti kita telah menggeggam Allah? Bukankah seharusnya apapun yang terjadi sembuh atau tidak sembuh, sakit atau menderita kita seharusnya bersyukur dan berkata kehendak Allah yang jadi? Bagaimana mungkin dengan permintaan hari ini untuk melakukan mujizat serta merta Allah setuju dan melakukannya? Justru menurut saya kehadiran mujizat seperti yang dijanjikan sangat berlawanan dengan hakekat Allah yang bebas, bahwa Allah adalah Maha hadir yang bisa melakukan apa saja dan dimana saja sesuai dengan kehendaknya. Yang artinya dimanapun dan kapanpun Allah berkuasa untuk melakukan “mujizat” asal ada iman bukan hanya ditempat kebaktian. Keempat, setiap orang yang mengikuti atau bahkan mengalami “mujizat” yang ditawarkan oleh mereka, akan melihat Allah sebagai penyembuh dari penyakit-penyakit. Atau jika menawarkan Allah sebagai solusi dari setiap masalah dan pergumulan dalam dunia seperti penyakit-penyakit, kebangkrutan, kemiskinan, kelaparan dan yang lain maka sebenarnya kita telah menawarkan Yesus sebagai Dokter hebat yang luar biasa, konglomerat pemberi kekayaan, dan konsultan manajemen yang hebat, orang kaya pemberi makan, bukan lagi sebagai Mesias yang menyelesaikan penyakit dari penyakit kita yang paling utama dan yang paling gelap yaitu dosa.
Israel gagal mengenali Yesus dan pada akhirnya menolak dan menyalibkan-Nya karena mereka mempunyai pola pikir tersendiri seperti apa seharusnya Mesias. Ketika secara politik mereka dilempar kesana-kemari didalam penjajahan bangsa disekitarnya yang pada zaman Yesus mereka terjajah oleh Roma, Israel mengharapkan bahwa Mesias itu akan menjadi Panglima perang yang dapat memimpin Revolusi untuk memberontak kepada Roma, Israel mengharapkan Mesias melepaskan mereka dari kemiskinan akibat pemungutan Pajak yang sangat mencekik oleh penjajah, mereka rindu pada zaman Salomo yang kaya Raya.
Oleh karena itulah setiap kita menawarkan Yesus untuk menjadi penyelesaian dari berbagai masalah yang kita hadapi pada masa ini, cenderung akan membuat pola pikir orang yang mengalami mujizat itu bahwa Yesus hanya penyelesai masalah duniawi bukan masalah kekekalan. Sebagaimana Israel telah menolak Mesias, besar kemungkinan manusia dizaman ini juga kelak akan menolaknya kalau Mesias yang ditawarkan adalah Mesias penyelesai masalah dalam dunia. Dia adalah Mesias yang akan menebus dosa dunia bukan penyakit jasmani. Maka dari dua sisi baik itu yang menawarkan mujizat juga yang mengalami mujizat akan selalu menempatkan Allah pada tempat yang tidak semestinya yaitu dibawah kapasitasnya sebagai Allah. Dari penjelasan diatas begitu jelas bahwa kesembuhan orang buta, orang lumpuh berjalan, dan sejenisnya bisa kita katakan bukanlah mujizat.
Mujizat yang Sebenarnya : dimanakah letak Iman?
Kalau saya sendiri berpendapat bahwa mujizat adalah sesuatu yang tidak mungkin bagi manusia namun mungkin bagi Allah. Artinya dalam skala apapun dengan cara bagaimanpun usaha yang dilakukan manusia tidak mungkin mencapai apa yang dilakukan Allah, tidak lazim dan tidak bisa dijelaskan dengan ilmu alam, ilmu jiwa, atau ilmu apapun juga.
Melalaui defenisi diatas mujizat sebenarnya terjadi pada setiap orang yang percaya kepada Yesus dan memerima Dia sebagai Juruselamatnya dimana ketika dia percaya, dirubah statusnya dari mati menjadi hidup. Melalui imannya telah menghantarnya kerumah Allah yaitu Sorga. Apapun yang dilakukan manusia tidak akan bisa menghantarnya ke Sorga dan hal ini tidak bisa dijelaskan dengan ilmu apapun. Hanya orang yang percaya yang bisa memahami rahasia besar ini. Dia hidup dalam arti sebenarnya yaitu hidup didalam kekekalan. Setiap terjadi “mujizat” yaitu kesembuhan tubuh suatu saat dia tetap mati, tubuhnya akan kembali menjadi tanah, maka kesembuhan itu bukanlah kesembuhan. Namun bagi setiap orang yang mempunyai iman kepada Allah akan mengalami mujizat yaitu kesembuhan abadi. Maka apa yang tidak mungkin bagi manusia namun mungkin bagi Allah itulah mujizat. Kita sampai kepada Allah hanya karena kasih karunia oleh iman kepada Allah. Jelas sekali bahwa keberadaan kita didalam kerajaan Allah benar-benar sebuah mujizat.
Panggilan kita : Memberitakan Injil
Panggilan kita sebagai orang Kristen kembali ditantang didalam menghadirkan mujizat Allah didalam dunia ini. Bagaimanakah agar mujizat seperti diatas bisa terjadi. Bagaimana agar seseorang mempunyai iman. “Iman timbul dari pendengaran” kata Rasul Paulus pada suratnya kepada Jemaat Roma. Bagaimana mereka mau mendengar kalau tidak ada yang memberitakan katanya selanjutnya. Amanat Agunglah yang selalu harus diperdengarkan bagi dunia ini bukan janji-janji melalui “mujizat”. Memberitakan Injil kepada seluruh dunia adalah cara kita satu-satunya menghadirkan mujizat Allah bagi dunia ini. Setiap orang yang percaya dan lahir baru maka ia sudah mengalami mujizat, dan kita yang melihat seseorang yang kita Injili percaya kepada Allah disetiap itu pula kita melihat dan menyaksikan mujizat Allah terjadi. Panggilan yang sungguh unik.
Penutup
Bagaimanakah seharusnya sikap kita menghadapi fenomena ini? Menolak seperti apa yang dilakukan para pimpinan Gereja seperti diatas jelas tidak efektif karena para pemimpin tersebut tidak bisa mengontrol Jemaat dan memerintahkan untuk tidak pindah-pindah Gereja. Sebaiknya adalah bahwa pelayan Gereja tradisional membenahi diri dan mengevaluasi pelayanan yang telah diberikan selama ini. Memenuhi makanan Rohani jemaat harus ditingkatkan. Pembenahan pelayan-pelayan seperti STT Teologia dan Sekolah Porhangir harus dilakukan, walaupun dalam hal ini penulis merasa pesimis.
Melihat kenyataan inilah penulis melihat panggilan itu pada Alumni anggota Kelompok Kecil yang telah dibina dan diperlengkapi Theologia selama di Kampus mau memberi diri untuk ambil bagian dalam pelayanan Gereja seperti Sintua, Diaken dan Majelis untuk melakukan pembenahan dan memperlengkapi jemaat dengan ajaran yang sehat dan kokoh, agar kelak jemaat paham dan siap menghadapi fenomena disekelilingnya. Semoga.

Poltak Marbun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar